KELAS : 2ID05
MATKUL : HUKUM INDUSTRI
Sebanyak 20 produsen minyak goreng kelapa sawit
dihukum denda total Rp 290 miliar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
karena terbukti melanggar undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ke-20 perusahaan tersebut dinyatakan
bersalah melanggar pasal 4 tentang perjanjian untuk penguasaan produksi, pasal
5 tentang kartel dan pasal 11 tentang perjanjian di antara pelaku usaha untuk
mempengaruhi harga. Dalam sidang pembacaan putusan, pada Selasa (4/5) malam,
majelis hakim yang dipimpin oleh anggota KPPU Deddy S. Martadisastra mengatakan
struktur pasar minyak goreng curah di Indonesia sangat terkonsentrasi kepada
beberapa perusahaan saja. “Kalau dilihat dari perkembangan rasio konsentrasi
empat perusahaan terbesar menguasai 86,4 persen sampai 97,5 persen pangsa
pasar,” katanya. Keempat perusahaan itu adalah Musim Mas Group, Wilmar Group,
PT. Smart tbk dan Permata Hijau Group. Sementara untuk minyak goreng kemasan
sangat terkonsentrasi atau highly concentrate dengan kecenderungan semakin
meningkat. Karena beberapa kelompok perusahaan menguasai antara 97 sampai 98
persen pangsa pasar. KPPU juga menemukan bukti adanya kesepakatan di antara
produsen untuk menentukan harga minyak goreng. “Buktinya ada pertemuan pada
tanggal 29 Februari 2008 dan 9 Februari 2009 untuk menentukan harga, kapasitas
produksi dan struktur biaya produksi,” kata anggota majelis Didik Ahmadi. Harga
minyak sawit sempat turun pada periode 2007 sampai 2008. Namun produsen tidak
merespon dengan penurunan harga minyak goreng. Akibat kesepakatan di antara
produsen minyak goreng, konsumen dirugikan sebesar Rp 1,27 triliun untuk minyak
goreng kemasan dan Rp 374,2 miliar untuk minyak goreng curah. Laporan dugaan
monopoli dan kartel diajukan terhadap 21 produsen minyak goreng. Namun hanya 20
yang dihukum denda. Satu perusahaan yaitu PT. Nagamas Palm Oil Lestari
dinyatakan tidak terbukti melanggar pasal yang dituduhkan. Kuasa hukum lima
terlapor, Rori Rinto Harsa Wardhana mengatakan pihaknya belum menentukan
langkah hukum yang akan diambil terkait putusan ini. “Kami akan koordinasi dulu
dengan klien. Tetapi pada prinsipnya keputusan ini tidak mencerminkan fakta
yang sesungguhnya,” terangnya. Para terlapor dalam kasus ini adalah:
PT. Multimas Nabati Asahan
PT. Sinar Alam Permai
PT. Wilmar Nabati Indonesia
PT. Multi Nabati
PT. Agrindo Indah Persada
PT. Musim Mas
PT. Inti Benua Perkasa Tama
PT. Mega Surya Mas
PT. Agro Makmur Raya
PT. Mikie Oleo Nabati Industri
PT. Indokarya Internusa
PT. Permata Hijau Sawit
PT. Nagamas Palm Oil Lestari
PT. Nubika Jaya
PT. Smart tbk
PT. Salim Ivomas Pratama
PT. Bina Karya Prima
PT. Tunas Baru Lampung
PT. Berlian Eka Sakti Tangguh
PT. Pasifik Palm Oil Industri
PT. Asian Agro Agung Jaya
Selain
menghasilkan minyak goreng curah, perusahaan di atas juga memproduksi minyak
goreng kemasan dengan berbagai merek. Seperti: Sania, Fortune, Filma, Kunci
Mas, Tropical, Hemart, Fraiswell, Forvita, Rosebrand, Camar dan Harumas.
ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus di atas, terdapat pelanggaran monopoli harga minyak
goreng yang telah dilakukan oleh para produsen kelapa sawit tersebut. Indonesia
yang tergolong ke dalam negara berkembang terdiri dari masyarakat dengan
mayoritas keadaan ekonomi menengah ke bawah, sehingga penguasaan harga minyak
goreng tentu sangat berpengaruh kondisi ekonomi sehari-hari. Pemerintah yang
kurang sigap dalam bertindak dan kurang responsif akan keluhan masyarakat akan
kenaikan haarga minyak goreng menjadi beberapa faktor yang memicu timbulnya
permasalahan di atas. Pemerintah sebaiknya mengutamakan keadilan dan kemakmuran
rakyat mengingat Indonesia adalah negara demokrasi berasaskan kedaulatan rakyat.
Pengawasan dan perhatian lebih dari pemerintah terhadap bahan pokok termasuk
harga minyak goreng diharapkan bisa mencegah kenaikan harga bahan pokok masa
mendatang atau setidaknya dapat mengendalikan harga di pasaran. Lonjakan harga
minyak goreng yang dianggap tidak relevan dengan perkembangan tiap tahun, sudah
melanggar undang-undang perindustrian nomor 5 tahun 1999 (pembaruan tahun1984)
yang berbunyi:
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah
Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan
Nasional adalah Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945;
bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang
ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang
seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju
yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya sendiri;
bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang
ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan
dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan
meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk
memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum
yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Perindustrian.
Para
produsen penghasil kelapa sawit tersebut juga telah melanggar pasal 4 dan pasal
11 mengenai kerja sama perusahaan dan pemerintah yang hanya menguntungkan
beberapa pihak saja dan yang menjadi inti permasalahan merugikan masyarakat
Indonesia. Hukuman yang hanya berupa denda sebesar Rp 290 miliar dianggap tidak
adil dibandingkan dengan kerugian yang telah dialami konsumen mencapai Rp 1,27
triliun. Penegakkan hukum yang kurang kuat dan tegas menjadi salah satu faktor
penyebab ke-20 produsen kelapa sawit tersebut melakukan persekongkolan dalam
memonopoli harga minyak goreng yang sangat merugikan konsumen.
Pasal 4
Cabang industri yang penting dan strategis bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
“Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama
tersebut.”