Monday, April 16, 2018

Nama             : Halen Rasdina
Kelas             : 2ID05
NPM              : 33416161
Mata Kuliah  : Hukum Industri
Materi            : Hak Cipta
Kasus 1
Kasus pembajakan karya cipta lagu 'Cari Jodoh' yang dipopulerkan Band Wali mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang, Jawa Timur, Rabu (1/5/2013). Di sidang pertama itu, bos PT Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, dihadirkan. Rahayu adalah bos dari label yang selama ini mendistribusikan karya-karya Faang dan kawan-kawannya itu. Selain bos PT Nagaswara, Rahayu hadir di persidangan sebagai saksi atas dugaan pembajakan yang dilakukan Malikul Akbar Atjil.
Kala dihubungi lewat telepon, Kamis (2/5/2013), Rahayu mengatakan, perbuatan yang dilakukan Atjil dengan membajak karya orang lain itu jelas merugikan. "Akan lebih merugikan lagi apabila tindakan pembajakan itu dibiarkan," ujar Rahayu. Sebagai pemilik label yang mendistribusikan lagu-lagu musisi Indonesia, termasuk artis dan penyanyi Nagaswara, Rahayu mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut-serta menjaga karya para artisnya itu.
Kasus lagu 'Cari Jodoh' milik Band Wali, cerita Rahayu, pihaknya semula tidak tahu perbuatan yang dilakukan Atjil. "Jangankan memberi tahu, minta ijin memakai lagu 'Cari Jodoh-nya' Wali saja tidak dilakukan Atjil," tutur Rahayu. Menurut Rahayu, akibat aksi pembajakan lagu 'Cari Jodoh' itu, sebagai pemegang hak cipta karya tersebut, pihaknya dirugikan Atjil sebesar Rp 1 Milyar. Dalam laporannya yang dibuat tahun 2010, Rahayu menyertakan jumlah kerugian itu. Selama Atjil belum diputus bersalah oleh majelis hakim PN Malang, jelas Rahayu, pihak distribusi Malaysia Incitech bisa terus menjual karya lagu 'Cari Jodoh-nya' Band Wali versi Atjil tanpa ada ijin yang jelas.
Perkara tersebut dimulai ketika lagu 'Cari Jodoh' karya cipta Band Wali dibajak di Malaysia tahun 2009. Setelah dilakukan penyidikan, Polda Jawa Timur menangkap Atjil di Surabaya pada awal tahun 2013. Atjil belakangan diketahui pernah menjadi aktivis Anti pembajakan.

Tanggapan :
 Menurut pendapat saya, pelanggaran tersebut termasuk salah satu hak kekayaan intelektual yang berupa hak cipta. Kasus pelanggaran hak cipta ini harus segera diselesaikan. Pembajakan lagu ini dapat merugikan pencipta lagu. Grup band wali seharusnya mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk memproses kasus pembajakan yang dilakukan oleh Atjil.
 Perlu adanya kesadaran baik dari pemegang hak cipta agar lagu ini tidak dibajak oleh pembajak yang dilakukan oleh Atjil tanpa adanya izin yang jelas dari pemegang hak. Pemerintah juga berperan penting bagi para pelaku pembajakan karya cipta untuk memproses lebih lanjut serta memberikan sanksi tegas karena telah melanggar UU tentang hak cipta No.19 Tahun 2002. Dimana peraturan peundang-undangan ini menimbang bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keaneka ragaman etnik atau suku bangsa dan budaya serta kekayaan dibidang seni dan sastra dengan pengembangannya yang memerlukan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut.
 Kasus pembajakan ini harus diberikan sanksi yang setegas-tegasnya bagi  para pelanggar hak cipta agar memberikan efek jera bagi para pelanggar agar tidak mengulanginya lagi. Dan seharusnya disikapi oleh pemerintah yang lebih tegas lagi. Agar tidak terjadi pembajakan yang merugikan oleh pihak penciptanya. Dapat pula band tersebut tidak laku dikalangan masyarakat karena banyak pembajakan yang tidak izin dan semena-mena.

Kasus 2
Jakarta – Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama BSA (Business Software Association) dan Kepolisian melaksanakan Penindakan Pelanggaran Hak Cipta atas Software di 2 tempat di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa pada hari Kamis (5/4). Penindakan di Mall Ambasador dan Ratu Plaza dipimpin langsung oleh IR. Johno Supriyanto, M.Hum dan Salmon Pardede, SH., M.Si dan 11 orang PPNS HKI. Penindakan ini dilakukan dikarenakan adanya laporan dari BSA  (Business Software Association) pada tanggal 10 Februari 2012 ke kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang mengetahui adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas di Mall Ambasador dan Ratu Plaza di Jakarta. Dalam kegiatan ini berhasil di sita CD Software sebanyak 10.000 keping dari 2 tempat yang berbeda.
CD software ini biasa di jual oleh para penjual yang ada di Mall Ambasador dan Ratu Plasa seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya. Selain itu, Penggrebekan ini akan terus dilaksanakan secara rutin tetapi pelaksanaan untuk penindakan dibuat secara acak/random untuk wilayah di seluruh Indonesia. Salmon pardede, SH.,M.Si selaku Kepala Sub Direktorat Pengaduan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, mengatakan bahwa “Dalam penindakan ini para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan pasal 72 ayat 2 yang berbunyi barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan tidak menutup kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan”.

Tanggapan :
Menurut pendapat saya tentang kasus ini, memang masalah pembajakan ini jika dicerna lebih dalam tidak ada habisnya. Setelah dituntanskan masalah pembajakan yang satu muncul lagi masalah pembajakan yang lainnya seakan-akan seperti pepatah yaitu "Mati satu Tumbuh Seribu". Ada beberapa hal yang mungkin memicu banyaknya pembajakan ini yang paling mendasar adalah taraf ekonomi penduduk khususnya di indonesia yang masih banyak dalam tingkatan rendah jadi memicu para pedagang CD bajakan.
Para pedang cd bajakan untuk melanggar hak cipta dan menjual hasil bajakannya lebih rendah dan murah dari harga aslinya. Dan yang kedua mungkin dari kedisiplinan hukum diindonesia yang kurang yang berakibatkan tidak membuat jera para pelaku pembajak. Hukuman yang ringan yang diberikan juga dapat merambah semakin banyak pembajak karena dalam jiwanya penuh dengan semangat berfikir hukuman hanya satu tahun atau hanya denda sekian dan sekian tidak sebanding dengan keuntungan ketika menjual CD bajakan itu, setelah keluar tentu ia malah lebih memasang strategi agar lebih waspada.
  Dengan adanya penindakan ini diharapkan kepada para pemilik mall untuk memberikan arahan kepada penyewa counter untuk tidak menjual produk-produk software bajakan. Karena produk bajakan ini tidak memberikan kontribusi kepada negara dibidang pajak. Disamping itu untuk menghindari kecaman dari United States Trade Representative (USTR) agar Indonesia tidak dicap sebagai negara pembajak.
Jakarta – Peidik PPNS Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama BSA (Business Software Association) dan Kepolisian melaksanakan Penindakan 

No comments:

Post a Comment